Sunday, June 14, 2009

Premanisme dan parkir liar

Preman atau orang bebas, atau menurut sebuah sumber berasal dari kata freeman adalah sebutan untuk orang atau sekelompok orang yang tidak terikat dengan aturan sosial yang ada. Biasanya kecenderungannya adalah orang atau sekelompok orang yang di asosiasikan dengan tindakan kriminalitas.
Karena tidak adanya aturan sosial yang mengatur ini merekapun cenderung hidup tidak terikat bahkan extrimnya semaunya sendiri.
Betapapun mereka orang2 yang bebas, tuntutan ekonomi tetap mengejar mereka. Nah permasalahan ini yang kemudian melebar dengan cara hidup merugikan orang lain dan erat kaitanya dengan kriminalitas.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka mencari uang dengan mengamen, mencopet, parkir liar, preman lampu merah, ada juga calo bis kota dan lain lain.
Lahan parkir dan pertigaan adalah sarana yang empuk buat mereka yang disebut preman untuk mencari nafkah. Omsetnyapun tidak sedikit. Menurut seorang warga, contoh kecil untuk pertigaan alexindo bekasi omsetnya bisa mencapa 100 ribu rupiah per jam. Masuk akal memang jika perhitungan sederhana dalam satu menit 2 mobil saja yang memberi uang receh 500, sudah terhitung 60 ribu per jam. Belum lagi mobil mobil besar yang biasanya untuk jasa memotong jalur jalan dipertigaan dapat mencapai 1ribu atau 2ribu.
Tidak jarang perang antar preman untuk perebutan kekuasaan lahan yang menggiurkan itu terjadi.
Menurut catatan berbagai sumber di jakarta dan sekitarnya sudah sering terjadi perang antar preman dg motif yang sama.
Kalo preman yang perang, berantem, tusuk-tusukan dan mati, masyarakat luas tidak akan begitu dirugikan. Tetapi jika yang terjadi mobil kita di pukul gara gara tidak memberi uang di pertigaan kita tentu sangat rugi. "saya dulu pernah mobilnya dipukul gara-gara di salah satu pertigaan saya tidak memberi duit mas". tutur salah seorang yang berprofesi sebagai supir pribadi di bekasi.
Kemudian mengutip pengalaman seseorang sebut saja parjo sering dipintain uang parkir padahal dia cuma memarkir motornya di pinggir jalan deket kampus unisma bekasi. "saya malah cuma mampir beli soto seharga 7000 dipintain parkir ama preman 2000, tekor saya. Untungnya waktu itu dia mau kusodorin uang 1000 " ungkap parjo kepada penulis.
Parjo juga mempertanyakan kemana larinya uang parkir semacam itu dimana dilihat dari jumlah juga tidaklah sedikit.
Sementara memang kalo kita fikir lebih jauh apa sih hak mereka terhadap pertigaan itu? Apa hak mereka terhadap lahan parkir di pinggir jalan? Yang jelas kenyamanan warga jadi terusik ketika si-preman meminta "jatah"nya.
Jika sudah begini apakah khalayak pantasmempertanyakan kinerja aparat penegak hukum? Atau barangkali domainnya bukan ke aparat? Lalu siapa yang berwajib terhadap pengontrolan parkir liar dan penjaga lampu merah? Atau malah apakah tukang parkir dan apa yang orang-orang sebut sebagai polisi cepek itu memberikan duitnya untuk kas negara?

No comments:

Post a Comment