Sebagai pemegang kewenangan tertinggi di bagian QC terkadang kita dihadang dengan
permasalahan perbedaan – perbedaan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
anggota team. Sangatlah mudah untuk menyamakan persepsi tentang pengambilan
keputusan yang didasarkan akan data kuantitatif, data yang nilainya dapat
diukur dengan satuan dan instrumen tertentu. Tetapi akan sedikit bermasalah
ketika menyamakan persepsi antar anggota team dimana dasar pengambilan
keputusanya adalah parameter yang sifatnya subjective. Sangat mungkin dengan
kondisi sampel yang sama, 2 orang anggota team akan memberikan assesment /
penilaian yang berbeda. Inilah awal muasal masalah dan konflik internal team.
Didalam bidang manufacture ini sering terjadi ketika seorang QC Inspektor atau analyst dihadapkan pada pengambilan keputusan yang subjective. Contohnya : warna roti ini akan diterima atau tidak? Rasa biskuit yang dibuat ini apakah rasanya masih masuk standar? Apakah bentuk donat yang saya cek masih layak saya release?? Intrumen untuk mengukur parameter ini di kuantitafkan agaknya sulit.
Akan sangat mudah ketika kita memutuskan untuk hal hal yang
sifatnya objective. Contohnya : kadar air tepung yang saya buat sudah melebihi
standar, saya merejectnya. Berat donat ini terlalu kecil sehingga tidak saya
loloskan untuk dijual. Kadar protein susu ini dibawah standar sehingga tidak
layak diloloskan. Tolak ukur ini adalah jelas. Sifatya objective, atau dengan
kata lain ada instrumen yang dapat digunakan
sebagai acuan untuk mengukurnya.
Lalu bagaimana dengan
kondisi parameter yang bersifat subjective???
Mari kita kupas kedalam lagi lebih jauh.
Suatu parameter yang sifatnya subjective tidak dapat
dipaksakan untuk disamakan kepada semua personil yang melakukan pengecekan,
tetapi ada metode untuk mempersempit peluang perbedaan antar personil QC yang melakukan pengambilan keputusan. Sifatnya
mempersempit atau memperkecil perbedaan persepsi. Tidak sepenuhnya dapat men
yamakan persepsi.
Contoh kasus : ketika perusahaan cat akan memproduksi
catnya, ketika warna cat cederung tidak stabil apa yang dapat diperbuat?? Kontrol
warna cat oleh petugas QC akan mengacu ke standar display warna. Bisa katalog
cat, bisa pantone warna atau bisa uji perbandingan warna yang bisa dilakukan
dengan skala laborat. Intinya ketika petugas shift A dan B menjalankan proses
pebuatan cat yang diinginkan mereka mengacu kepada standar diatas. Apakah persepsi
antara QC shift A dan B sudah berhasil disamanakan?? Jawabanya adalah Belum,
tetapi dengan cara ini perbedaan persepsi dapat dipersempit. Lho sekarang jika
pihak operator merasa mendapat perbedaan perlakuan yang berbeda ketikda petugas
kontrolnya berbeda, Maka apa langkah yang dilakukan ?
Langkah yang dilakukan adalah mereview apakah pembacaan
standar tersebut sudah disamakan antar personal? Jika semua langkan dalam
penyamaan persepsi sudah dilakukan maka langkah yang terakhir dilakukan adalah
memberikan kewenangan penuh kepada petugas kontrol QC dan ini harus ditaati
oleh semua operator. Jangan sampai expose tentang perbedaan ini di
propagandakan ke operator tetapi sebisa mungkin ini disembunyikan. Sebab jika
tidak maka yang terjadi operator akan mendelegitimasi keputusan QC. Artinya
keputusan petugas control dianggap salah dan akan selalu tidak dihargai.
Kasus seperti diatas dapat terjadi di perusashaan roti
ketika bermasalah dengan rasa roti yang tidak stabil, rasa permen yang tidak
stabil, warna hasil pemanggangan biscuit yang berubah rubah dan sebagainya. Sebagai
pemimpin dan pemegang kewenangan tertinggi di team pasti kita tidak ingin
konflik dibawah team kita malah diperuncing. Kita ingin konflik ini diredam dan diatasi sehingga team kita akan menjadi
semakin solid.
Seorang pemimpin QC yang baik tentunya akan terus berusaha
agar perbedaan pengambilan keputusan antar personil QC diminimalisir. Tentu dengan
metode penyamaan yang dapat memungkinkan dilakukan. Dan seorang manager pabrik
semestinya juga dapat memposisikan QC dan produksi sebagaimana mestinya. Tidak bijaksana juga ketika seorang
manager pabrik mengexpose perbedaan pengambilan keputusan yang terjadi di QC
bawahanya. Sementara proses expose tersebut diketahui oleh team produksi dan
maintenance. Adalah wajar jika terciumnya adanya perbedaan tersebut langsung seorang manager
pabrik akan mengambil tindakan dengan menegur bagian QC. Tidak untuk diakui
didepan umum.
Dalam sebuah team, komunikasi yang intens harus terus
dijaga. Inti dalam bekerja team adalah berjalannya komunikasi. Apabila internal
QC tidak ada komunikasi yang baik maka jurang perbedaan ini akan semakin tumbuh
subur. Seiring dengan itu QC akan semakin tidak dipandang oleh divisi lain
Setuju lah.... (anu ora mudeng soal kiusi
ReplyDelete