Sunday, January 6, 2013

Mengatasi Perbedaan pengambilan Keputusan dari internal Team QC


Sebagai pemegang kewenangan tertinggi di  bagian QC terkadang kita dihadang dengan permasalahan perbedaan – perbedaan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh anggota team. Sangatlah mudah untuk menyamakan persepsi tentang pengambilan keputusan yang didasarkan akan data kuantitatif, data yang nilainya dapat diukur dengan satuan dan instrumen tertentu. Tetapi akan sedikit bermasalah ketika menyamakan persepsi antar anggota team dimana dasar pengambilan keputusanya adalah parameter yang sifatnya subjective. Sangat mungkin dengan kondisi sampel yang sama, 2 orang anggota team akan memberikan assesment / penilaian yang berbeda. Inilah awal muasal masalah dan konflik internal team.

Didalam bidang manufacture ini sering terjadi ketika seorang QC Inspektor atau analyst dihadapkan pada pengambilan keputusan yang subjective. Contohnya : warna roti ini akan diterima atau tidak? Rasa biskuit yang dibuat ini apakah rasanya masih masuk standar? Apakah bentuk donat yang saya cek masih layak saya release?? Intrumen untuk mengukur parameter ini di kuantitafkan agaknya sulit.
Akan sangat mudah ketika kita memutuskan untuk hal hal yang sifatnya objective. Contohnya : kadar air tepung yang saya buat sudah melebihi standar, saya merejectnya. Berat donat ini terlalu kecil sehingga tidak saya loloskan untuk dijual. Kadar protein susu ini dibawah standar sehingga tidak layak diloloskan. Tolak ukur ini adalah jelas. Sifatya objective, atau dengan kata lain ada instrumen yang dapat digunakan  sebagai acuan untuk mengukurnya.
 Lalu bagaimana dengan kondisi parameter yang bersifat subjective???
Mari kita kupas kedalam lagi lebih jauh.
Suatu parameter yang sifatnya subjective tidak dapat dipaksakan untuk disamakan kepada semua personil yang melakukan pengecekan, tetapi ada metode untuk mempersempit peluang perbedaan antar personil QC  yang melakukan pengambilan keputusan. Sifatnya mempersempit atau memperkecil perbedaan persepsi. Tidak sepenuhnya dapat men yamakan persepsi.
Contoh kasus : ketika perusahaan cat akan memproduksi catnya, ketika warna cat cederung tidak stabil apa yang dapat diperbuat?? Kontrol warna cat oleh petugas QC akan mengacu ke standar display warna. Bisa katalog cat, bisa pantone warna atau bisa uji perbandingan warna yang bisa dilakukan dengan skala laborat. Intinya ketika petugas shift A dan B menjalankan proses pebuatan cat yang diinginkan mereka mengacu kepada standar diatas. Apakah persepsi antara QC shift A dan B sudah berhasil disamanakan?? Jawabanya adalah Belum, tetapi dengan cara ini perbedaan persepsi dapat dipersempit. Lho sekarang jika pihak operator merasa mendapat perbedaan perlakuan yang berbeda ketikda petugas kontrolnya berbeda, Maka apa langkah yang dilakukan ?
Langkah yang dilakukan adalah mereview apakah pembacaan standar tersebut sudah disamakan antar personal? Jika semua langkan dalam penyamaan persepsi sudah dilakukan maka langkah yang terakhir dilakukan adalah memberikan kewenangan penuh kepada petugas kontrol QC dan ini harus ditaati oleh semua operator. Jangan sampai expose tentang perbedaan ini di propagandakan ke operator tetapi sebisa mungkin ini disembunyikan. Sebab jika tidak maka yang terjadi operator akan mendelegitimasi keputusan QC. Artinya keputusan petugas control dianggap salah dan akan selalu tidak dihargai.
Kasus seperti diatas dapat terjadi di perusashaan roti ketika bermasalah dengan rasa roti yang tidak stabil, rasa permen yang tidak stabil, warna hasil pemanggangan biscuit yang berubah rubah dan sebagainya. Sebagai pemimpin dan pemegang kewenangan tertinggi di team pasti kita tidak ingin konflik dibawah team kita malah diperuncing. Kita ingin konflik ini diredam  dan diatasi sehingga team kita akan menjadi semakin solid.
Seorang pemimpin QC yang baik tentunya akan terus berusaha agar perbedaan pengambilan keputusan antar personil QC diminimalisir. Tentu dengan metode penyamaan yang dapat memungkinkan dilakukan. Dan seorang manager pabrik semestinya juga dapat memposisikan QC dan produksi sebagaimana  mestinya. Tidak bijaksana juga ketika seorang manager pabrik mengexpose perbedaan pengambilan keputusan yang terjadi di QC bawahanya. Sementara proses expose tersebut diketahui oleh team produksi dan maintenance. Adalah wajar jika terciumnya adanya  perbedaan tersebut langsung seorang manager pabrik akan mengambil tindakan dengan menegur bagian QC. Tidak untuk diakui didepan umum.
Dalam sebuah team, komunikasi yang intens harus terus dijaga. Inti dalam bekerja team adalah berjalannya komunikasi. Apabila internal QC tidak ada komunikasi yang baik maka jurang perbedaan ini akan semakin tumbuh subur. Seiring dengan itu QC akan semakin tidak dipandang oleh divisi lain

1 comment: